Fenomena Kemunculan Tasawuf

FENOMENA KEMUNCULAN TASAWUF


Berbicara mengenai tasawuf, sebenarnya hal tersebut belum pernah “ada” atau dikenal pada masa Nabi Muhammad Saw. dan Khulafaur Rasyidin r.a. Sebutan atau istilah tasawuf juga “tidak pernah dikenal” oleh para pengikut Nabi yang mendapat predikat ”shahabat” dan pada masa berikutnya, yaitu pada masa shahabat orang muslim yang tidak berjumpa dengan beliau, disebut tabi’in. Akan tetapi yang menarik yaitu, kenapa tasawuf sekarang menjadi trend para sufi untuk mendekatkan diri kepada Allah, bahkan Hujjatul Islam (Iman al-Ghazali) sendiri juga baru menemukan nikmatnya beribadah tatkala beliau menggeluti dunia tasawuf. Nampaknya inilah yang menjadi salah satu faktor pendorong para pengikutnya menjalankan ibadah dengan jalan sufi (tasawuf).

Istilah tasawuf sebenarnya baru dikenalkan pada pertengahan abad ke-2 Hijriah, oleh Abu Hasyim al-Kufy (w. 250H) dengan meletakkan kata “ash-Shufi” di belakang namanya. Kendatipun demikian, sebenarnya sebelum itu telah ada ulama yang mendahuluinya dalam hal zuhud, wara’, tawakkal, dan dalam mahabbah. (Amin, 2002: 11)

Dipandang dari segi etimologis, para ahli ada yang berbeda pendapat mengenai asal kata tasawuf. Sebagian dari meraka menyatakan bahwa tasawuf berasal dari katashuffahyang artinya emper Masjid Nabawi yang didiami oleh sebagian sahabat anshar. Sebagian lagi mengatakan bahwa tasawuf berasal dari katashaf”, yang artinya barisan. Sedangkan yang lain mengatakan bahwa tasawuf berasal dari katashaffayang artinya bersih, jernih. Pandapat yang lain mengatakan bahwa tasawuf berasal dari kata “shufanah” yaitu sebutan untuk kayu yang tumbuh di padang pasir, dan pendapat terakhir mengatakan bahwa tasawuf berasal dari kata “shuf” yang merupakan nama bagi bulu domba, sehingga orang yang mengenakan pakaian bulu domba biasanya disebut dengan “muthasawwif”, perilakunya disebut tasawuf. (Harun, 1990: 11)

Dari pegertian di atas berikut kami coba kemukakan alasan-alasan yang memperkuat beberapa pendapat tersebut (Asywadi, 1986: 18)
1. Pendapat yang mengatakan bahwa tasawuf berasal dari kata “shuf
Diantara pendapat ini yaitu sebgaimana yang dikatakan oleh Hasan al-Basri, “Aku telah bertemu dengan tujuh puluh Pasukan Bardar yang mengenakan bulu domba”.
2. Pendapat yang mengatakan bahwa tasawuf berasal dari kata “shaf”, yaitu dikarenakan ahli tasawuf itu berada pada barisan (shaf) pertama disisi Allah swt. Hal tersebut telah menjadi cita-cita yang tertinggi dan kesungguhan mereka dalam menghadap Allah SWT dengan sepenuh hati.
3. Sedangkan Pendapat yang mengatakan bahwa tasawuf berasal dari kata “shuffah” adalah hadis dari Abu Hurairah yang artinya, “Sesungguhnya aku telah melihat ahli shuffah memakai satu pakaian yang sempit, sebagaimana ada yang tidak mencapai dua lututnya, maka apabila dia rukuk, sahabat yang lain memeganginya, karena takut auratnya terlihat”.

Terlepas dari hal-hal di atas, untuk mencapai tujuan tasawuf seorang sufi harus melaksanakan berbagai tahapan atau yang sering dikenal dengan al-Mujahadah wa ar-Riyadlah. Sehingga tidak dibenarkan, jika seorang yang mengklaim seorang sufi akan tetapi ia memisahkan antara amaliyahkerohanian dengan syari’at agama Islam. Dalam kaitannya dengan hal ini, Abu Yazid al-Bushtami mengatakan, “Apabila kamu sekalian melihat seorang diberi keramat, sehingga ia mampu terbang di angkasa, maka janganlah sekali-kali kamu tergiur dengannya, sehingga kamu melihat bagaimana keadaan ia dalam menjalankan perintah dan meninggalkan larangan agama, serta bagaimana ia menjaga ketentuan-ketentuan syariat yang ada” (Asywadi, 1986: 18).

Dengan demikian dapat diambil pengertian bahwa tasawuf merupakan suatu latihan (ar-Riyadlah an-Nafsiyah), dengan tujuan untuk membersihkan, mempertinggi dan memperdalam kerohanianseseorang dalam rangka mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah, sehingga konsentrasi dalam setiap aktivitasnya tiasa lain hanya tertuju kepada Allah semata, inailah hakikat dari tasawuf

Dengan kata lain, tasawuf adalah bagian dri ajaran Islam,yang mengarahkan dan membentuk akhlak manusia untuk mencaai kebahagiaan dan kesempurnaan lahir dan batin, dunia dan akhirat. Oleh karena itu, siapapun bisa sampai pada predikat “mutasawwif” selamaia berbudi pekerti tinggi, sanggup menderita, lapar dan dahaga, senantiasa menjalankan ajaran dan syariat agama serta menjauhi sifat-sifat tercela. Hal inilah yang dikehendaki dalam tasawufyang sebenarnya.



Demikian semoga bermanfaat, mungkin Anda juga tertarik dengan artikel kami yang lain:



fenomena kemunculan tasawuf

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url