RIYA’ DALAM BERIBADAH
RIYA’ DALAM BERIBADAH
Di antara syarat diterimanya amal shaleh adalah bersih dari riya’ dan sesuai dengan sunnah. Orang yang melakukan ibadah dengan maksud agar dilihat oleh orang lain, maka ia telah terjerumus kepada perbuatan syirik kecil, dan amalnya menjadi sia-sia belaka. Misalnya melaksanakan shalat agar dilihat orang lain.
Di antara syarat diterimanya amal shaleh adalah bersih dari riya’ dan sesuai dengan sunnah. Orang yang melakukan ibadah dengan maksud agar dilihat oleh orang lain, maka ia telah terjerumus kepada perbuatan syirik kecil, dan amalnya menjadi sia-sia belaka. Misalnya melaksanakan shalat agar dilihat orang lain.
Alloh سبحانه وتعالى berfirman: (QS. An Nisaa’: 142).
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَى يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا (142)
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Alloh, dan Alloh akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya’ (dengan shalat) di hadapan Alloh. Dan tidaklah mereka menyebut Alloh kecuali sedikit sekali”.
Demikian pula jika ia melakukan suatu amalan dengan tujuan agar diberitakan dan didengar oleh orang lain, maka ia termasuk syirik kecil. Rosululloh صلى الله عليه وسلم:memberikan peringatan kepada mereka dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas رضي الله عنه:
(( مَنْ سَمَّعَ سَمَّعَ اللهُ بِهِ وَمَنْ رَاءَى رَاءَى اللهُ بِهِ ))
“Barangsiapa melakukan perbuatan sum’ah (ingin didengar oleh orang lain), niscaya Alloh akan menyebarkan aibnya, dan barang siapa melakukan perbuatan riya’, niscaya Alloh akan menyebarkan aibnya”. (HR. Muslim, 4/ 2289.)
Barang siapa melakukan suatu ibadah tetapi ia melakukannya karena mengharap pujian manusia di samping ridha Alloh سبحانه وتعالى, maka amalannya menjadi sia-sia belaka, seperti disebutkan dalam hadits qudsi :
(( أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْك، مَنْ عَمِلَ عَمَلاً أَشْرَكَ فِيْهِ مَعِيْ غَيْرِيْ تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ ))
“Aku adalah yang Maha Cukup, tidak memerlukan sekutu, barang siapa melakukan suatu amalan dengan dicampuri perbuatan syirik kepada-Ku, niscaya Aku tinggalkan dia dan (tidak Aku terima) amal syiriknya”. (HR. Muslim, 2985.)
Barang siapa melakukan suatu amal shaleh, tiba-tiba terdetik dalam hatinya perasaan riya’, tetapi ia membenci perasaan tersebut dan ia berusaha untuk melawan serta menyingkirkannya, maka amalannya tetap sah.
Berbeda halnya jika ia hanya diam dengan timbulnya perasaan riya’ tersebut, tidak berusaha untuk menyingkirkan dan bahkan malah menikmatinya, maka menurut jumhur (mayoritas) ulama, amal yang dilakukannya menjadi batal dan sia-sia.
Referensi: Dosa-Dosa yang Dianggap Biasa, Muhammad bin Shaleh Al Munajjid.