IKHLAS DAN ITTIBA'

HARUS IKHLAS DAN MENCONTOH NABI

Seorang hamba ketika sudah mengetahui perintah Alloh عزّوجلّ, mencintai dan mengamalkan, maka yang kelima harus ikhlas dan mencontoh Nabi صلى الله عليه وسلم dalam amalannya. Karena, sebuah amalan tidak akan diterima Alloh عزّوجلّ kecuali jika didasari keikhlasan dan mencontoh Nabi صلى الله عليه وسلم. Sangat banyak dalil-dalil yang menerangkan dua syarat ibadah ini, di antaranya ialah firman Alloh عزّوجلّ:
لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلا
"Supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya." (QS al-Mulk [67]: 2)
Fudhail ibn Iyadh menafsirkan ayat di atas dengan perkataannya, "Maksud ayat ini ialah yang paling ikhlas dan paling sesuai dengan syari'at." Kemudian ditanyakan kepadanya, "Apakah maksud dari 'paling ikhlas' dan 'paling sesuai dengan syari'at'?" Beliau menjawab, "Sesungguhnya amalan apabila ikhlas tetapi tidak sesuai dengan syari'at maka tidak diterima, demikian pula apabila sesuai dengan syari'at tetapi tidak ikhlas maka tidak diterima, hingga amalan tersebut ikhlas dan sesuai dengan syari'at."1
Rosululloh صلى الله عليه وسلم bersabda:
مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
"Barang siapa mengamalkan suatu amalan yang tidak termasuk urusan kami maka tertolak."2
Berkata al-Hafizh Ibnu Rajab al-Hanbali رحمه الله, "Hadits ini secara konteksnya menunjukkan bahwa setiap amalan yang tidak ada perintah syar'i di dalamnya maka amalan tersebut tertolak. Sebaliknya, dapat dipahami pula bahwa setiap amalan yang ada perintahnya maka amalan tersebut diterima. Maksud 'perintah' di sini adalah agama dan syari'atnya."3
Asy-Syaikh Muhammad ibn Shalih al-Utsaimin رحمه الله berkata, "Ketahuilah bahwa mutaba'ah tidak akan terwujud kecuali apabila amalan itu sesuai dengan tuntunan syar'i pada enam perkara:
Pertama, Sebabnya. Hendaklah amalan itu sesuai pada sebabnya. Apabila ada yang melakukan ibadah karena suatu sebab yang bukan dari syari'at maka ibadahnya tertolak. Misalnya ada orang yang acap kali masuk rumah dia shalat dua raka'at dan menjadikannya sebagai sunnah maka amalan tersebut tertolak.
Kedua, Jenisnya. Misalnya ada orang yang berkurban dengan kuda, maka ibadah kurbannya tertolak tidak diterima, karena kurban dengan jenis kuda menyelisihi syari'at. Ibadah kurban hanya pada unta, sapi, dan kambing.
Ketiga, Kadar dan ukurannya. Misalnya seseorang berwudhu dengan membasuh setiap anggota wudhu empat kali, maka yang keempat tertolak, karena dia telah menambah kadar dan ukuran yang seharusnya (tiga kali).
Keempat, Tata caranya. Andaikan ada orang yang shalat dan ia sujud dahulu sebelum rukuk maka shalatnya batil tidak diterima karena ia tidak ikut tuntunan syari'at dalam tata cara ibadah.
Kelima, Waktunya. Andaikan ada yang shalat sebelum masuk waktunya maka shalatnya tidak diterima karena ia beribadah pada waktu yang tidak ditentukan oleh syari'at.
Keenam, Tempatnya. Andaikan seseorang melakukan ibadah i'tikaf bukan di masjid, semisal i'tikaf di sekolahan atau di rumah, maka i'tikafnya tidak sah karena tidak mencocoki syari'at dalam tempatnya."4
Pahamilah kaidah emas ini, wahai para hamba yang beriman, karena akan sangat bermanfaat dalam kehidupanmu dalam membedakan amalan yang syar'i dan amalan yang tertolak. Wallahul Muwaffiq.


1.     Hilyah al-Auliya' 8/95, Madarij 'Ubudiyyah hlm. 26.
2.     HR Muslim: 1718.
3.     Jami'ul Ulum wal Hikam 1/177.
4.     Lihat Syarh al-Arba'in an-Nawawiyyah hlm. 98-100 oleh asy-Syaikh Ibnu Utsaimin.

[Sumber Majalah Al-Furqon No.155 Ed.8 Th.ke-14_ 1436 H / 2015 M, 7 Hal Penting Bagi  Setiap Muslim, Ustadz Abu Abdillah Syahrul Fatwa bin Lukman حفظه الله ]

Semoga bermanfaat… Mari Belajar Islam#86

 
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url