Kultum: Antara Kewajiban Dan Hak

MUKKADIMAH
 
Yang terhormat para alim ulama, para ustadz dan ustadzah, para bapak, ibu, hadirin dan hadirat yang dimuliakan Allah swt.

Mengawali pertemuan kita melalui mimbar kultum ini, marilah kita panjatkan puji syukur kepada Allah, Tuhan sarwa sekalian alam. Shalawat dan salam, semoga senantiasa dilimpahkan Kepada  junjungan Nabi Besar Muhammad saw yang telah mengeluarkan manusia dari gelap gulita kekafiran menuju pada cahaya kebenaran, yaitu agama Islam.


Saudara, hadirin dan hadirat sekalian yang saya muliakan.

Dalam pandangan AI-Qur'an, moralitas yang ditawarkan kepada umat Islam adalah lebih mendahulukan  kewajiban  barulah kemudian mengenai  hak. Perhatikan firman Allah swt:

"Hanya Engkaulah yang  kami  sembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan." (QS. AI-Fatihah: 5).

Hal ini agaknya berbeda dengan pandangan sementara kalangan di dunia Barat, yang lebih mendahulukan hak dari pada kewajiban. Sekalipun sepintas kelihatannya tak jauh berbeda, hanya penekanannya saja, tetapi jika dicermati dan dipahami secara mendalam akan terlihat perbedaan dan akibat yang ditimbulkannya.
Saudara, hadirin dan hadirat sekalian yang saya muliakan.

Ketika seseorang berbicara dan menuntut haknya, maka sadar atau tidak ia mengambilnya dari orang lain. Ia mengambil sesuatu yang dituntutnya itu dari luar dirinya, untuk  dirinya. Apabila kita menuntut hak berarti juga kita melibatkan orang lain yang harus merelakan sesuatu yang dimilikinya buat kita, atau orang itu terpaksa harus melakukan sesuatu untuk diri kita.

Berbeda dengan kewajiban, bahwa ketika kita melakukan kewajiban mengandung tuntutan bagi kita untuk berbuat sesuatu atau memberikan sesuatu kepada pihak lain. Dengan kata lain dapatlah dikatakan bahwa  "hak" berarti meminta, sementara "kewajiban" berarti memberi.

Dengan menitik beratkan pada kewajiban berarti juga menekankan atas terciptanya keharmonisan dalam kehidupan sosial. Mengapa? Karena bilamana setiap individu berlomba berbuat kebaikan  buat orang lain, bukannya menuntut dari orang lain, maka berbagai bentuk perampasan dan eksploitasi hak seseorang dengan berbagai akibat yang ditimbulkannya, tidak akan terjadi.

Tetapi apabila dalam kehidupan sosial seseorang sering kali lebih menekankan hak tanpa memperhatikan kewajiban maka yang segera muncul adalah perselisihan, pertentangan dan pertikaian. Seseorang menjadi selalu menghitung akan haknya tanpa pernah berpikir akan kewajibannya terhadap orang lain, Yang selalu dipikirkan adalah keinginan untuk menuntut  bukannya ingin memberi. Pertentangan dan pertikaian yang terjadi akhir-akhir ini yang telah menjadi begitu akut, betapa berbagai tindakan anarkis dan destruktif terjadi di berbagai ‘daerah menjadi  sajian' yang selalu kita dengar dan kita lihat, melalui berbagai media baik cetak maupun elektronika. Hal tersebut diakibatkan karena masing-masing lebih menekankan pada hak dari pada kewajiban, lebih banyak menuntut dari pada memberi. Seorang pemimpin seringkali hanya mementingkan haknya sebagai pimpinan dengan menuntut ini dan itu, sementara kewajiban yang semestinya harus dikerjakan menjadi terabaikan, terbengkelai dan dilupakan. 'Ketika terjadi persoalan, yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya, justru dilemparkan kepada orang lain, ia cenderung hanya mengenyam manisnya, cuci tangan dan melepas kewajiban dan tanggung jawabnya.

Semestinya kewajiban haruslah ditekankan terlebih dahulu barulah kemudian berbicara dan menuntut apa yang menjadi haknya, sehingga antara keduanya terjadi keseimbangan. Oleh sebab itu marilah kita lakukan apa yang menjadi kewajiban kita dengan sebaik-baiknya, barulah kita menuntut hak yang semestinya.  
                                     '
Saudara, hadirin dan hadirat sekalian yang saya muliakan.

Demikianlah yang saya sampaikan melalui mimbar kuliah singkat tujuh menitan pada kesempatan yang mulia ini, mudah-mudahan ada guna dan manfaatnya, Terirnah kasih atas perhatiannya dan mohon maaf atas kurang lebihnya. Akhimya, wallahul muwaffiq ila aqwamit thariq, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Oleh Ustadz Abdullah Farouk & Ustadz MS. Ibnu Hasan
 
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url